Rabu, 29 April 2009

ADA YANG TAHU DI MANA IMPOSSIBLE GANK SEKARANG??

Kawan-kawanq semua, kalian masih ingat kan kapan Qta pertama kali menyebut sebuah kata berucapkan "impossible Gank"??

Pengaruh Lingkungan Terhadap Pendidikan Anak

Yadi Purwanto

Pendahuluan

Pendidikan anak di jaman kesejagatan dan modern ini tidaklah mudah. Di satu sisi jaman ini memberikan berbagai banyak kemajuan teknologi yang memungkinkan anak-anak kita memperoleh fasilitas yang serba “canggih” dan “wah”. Anak-anak sekarang sejak dini sudah mengenal HP, camera, dan berbagai peralatan yang amat jauh dengan jaman “ aku si anak singkong”. Kemajuan yang demikian cepat juga ditengarai membawa dampak negatif seperti tersedianya informasi negatif melalui media masa yang sulit untuk dihindari. Misalnya: porno, kekerasan, konsumer-isme, takhayul, klenik dan kemusyrikan melalui berbagai media informasi seperti internet, handphone, majalah, televisi dan juga vcd.

Berbagai kenyataan modernitas dan ketersediaan tersebut faktanya tidak sulit bahkan setiap hari disediakan baik oleh keluarga, masyarakat dan juga dunia informasi. Maraknya dunia periklanan memaksa informasi beredar lebih mudah, lebih seronok dan juga lebih merangsang rasa ingin tahu, rasa ingin mencoba sebagai akibat “rayuan maut” publikasi yang memang dirancang secara apik oleh para ahli komunikasi dengan biaya yang mahal dan dengan dampak meluas dan mendalam. Dapat dikatakan informasi-informasi tersebut dapat lebih cepat hadir daripada sarapan pagi kita, atau lebih cepat disantap daripada nasehat orang tua.

Lingkungan Pengaruh

Bagi kebanyakan anak, lingkungan keluarga merupakan lingkungan pengaruh inti, setelah itu sekolah dan kemudian masyarakat. Keluarga dipandang sebagai lingkungan dini yang dibangun oleh orangtua dan orang-orang terdekat. Dalam bentuknya keluarga selalu memiliki kekhasan. Setiap keluarga selalu berbeda dengan keluarga lainnya. Ia dinamis dan memiliki sejarah “perjuangan, nilai-nilai, kebiasaan” yang turun temurun mempengaruhi secara akulturatif (tidak tersadari). Sebagaian ahli menyebutnya dbahwa Pengaruh keluarga amat besar dalam pembentukan pondasi kepribadian anak. Keluarga yang gagal membentuk kepribadian anak biasanya adalah keluarga yang penuh konflik, tidak bahagia, tidak solid antara nilai dan praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.

Lingkungan kedua adalah lingkungan masyarakat, atau lingkungan pergaulan anak. Biasanya adalah teman-teman sebaya di lingkungan terdekat. Secara umum anak-anak Indonesia merupakan anak “kampung” yang selalu punya “konco dolanan”. Berbeda dengan anak kota yang sudah sejak dini terasing dari pergaulana karena berada di lingkungan kompleks yang individualistik.

Secara umum masyarakat Jawa hidup dalam norma masyarakat yang relatif masih baik, meskipun pergeseran-pergeserannya ke arah rapuh semakin kuat. Lingkungan buruk yang sering terjadi di sekitar anak, misalnya: kelompok pengangguran, judi yang di”terima”, perkataan jorok dan kasar, “yang-yangan” remaja yang dianggap lumrah, dan dunia hiburan yang tidak mendidik.

Sebenarnya masih banyak pengaruh positif yang dapat diserap oleh anak-anak kita di wilayah budaya masyarakat Jawa, seperti: tutur kata bahasa Jawa yang kromo inggil ataupun berbagai peraturan hidup yang tumbuh di dalam budaya Jawa. Masalahnya adalah bagaiamana mengelaborasi nilai-nilai tersebut agar cocok dengan nilai-nilai modernitas dan Islam.

Namun pada masa kini pengaruh sesungguhnya mana yang buruk dan bukan menjadi serba relatif dan kadang tidak dapat dirunut lagi. Banyak anak yang mengalami kesulitan menghadapi anak bukan karena keluarga mereka tidak memberikan kebiasaan yang baik. Demikian juga banyak anak yang tetap dapat menjadi baik justru tumbuh di keluarga yang kurang baik.

Meskipun demikian secara umum berdasarkan penelitian, bahwa anak-anak akan selalu menyalahkan kondisi keluarga manakala mereka menghadapi masalah apa saja, apakah karena keluarganya telah melakukan yang benar apalagi kalau buruk.

Indikasi pengaruh negatif

Sulit untuk dipisahkan apakah karena kondisi keluarga atau lingkungan sebaya dan pergaulan. Namun sebaiknya para orang tua perlu meng-antisipasi beberapa indikasi negatif berikut ini:

(1) Apabila acara TV telah menyedot perhatian anak pada jam-jam efektif belajar. Berdasarkan survey bahwa anak-anak usia sekolah dasar perkotaan menghabiskan waktunya 43% untuk menonton acara TV pada jam-jam belajar. Mereka menjadi sasaran produser film dan iklan-iklan consumer good.

(2) Anak mulai menyukai kegiatan luar rumah pada jam-jam belajar di rumah dan mengalih-kan pada kegiatan non-belajar, seperti: jalan-jalan ke mall, play station, dan tempat nongkrong lain. Berdasarkan penelitian Deteksi Jawapos (Maret 2005) bahwa anak-anak SD sekarang ini mengalami penurunan greget belajar karena memperoleh alternatif mengalihkan perhatian pada (acara TV, hiburan luar ruang, dan jalan-jalan).

(3) Anak-anak merasa kesulitan menghafal atau mengerjakan PR secara terus menerus tetapi merasa ketagihan untuk melakukan hal-hal yang tidak berhubungan dengan pencerdasan diri. Berdasarkan pengamatan Prof. Kusdwiratri (Desember, 2004) menurunnya minat intelektual disertai tidak berminatnya pada kegiatan lain yang mencerdaskan anak bukti berhasilnya sistem hiburan secara massal terhadap anak-anak Indonesia dan dunia belajar anak yang gagal. Perlu diwaspadai jangan sampai pengaruhnya berlangsung permanen.

Pendidikan Integratif

Dengan sitem pengaruh lingkungan seperti sekarang ini, cukup sulit bagi keluarga jaman ini untuk hanya menekankan pendidikan di salah satu lini saja. Sehebat apapun keluarga menyusun sistem pertahanan diri, anak-anak tetap akan menajdi santapan dunia yang serba modern. Kalau tidak sekarang ya akhirnya akan bersentuhan juga. Menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah juga bukan segala-galanya. Jaman ini amat sulit mencari pendidikan yang “kaffah lahir dan bathin” serta terjangkau biayanya oleh kebanyakan orang tua.

Namun dari berbagai kekhawatiran tersebut, kini mulai muncul berbagai pendidikan alternatif yang bisa dipilih. Namun tetap harus menekankan bahwa pendidikan keluarga adalah inti dan sekolah adalah komplemen pelengkap. Beberapa pilihan cerdas tersebut dapat berupa:

(1) Sekolah fullday yang mengintegrasikan pendidikan agama dan pendidikan sains dalam lingkungan terkontrol dan terarah dengan nilai-nilai modernitas dan islami.

(2) Sekolah biasa yang bermutu dengan kontrol yang ketat dalam masalah akhlak dan perilaku dengan memberikan penguatan berupa kursus-kursus dan materi tambahan yang dapat memberikan keunggulan.

(3) Sekolah pesantren dengan menambah penguatan pada aspek sains dan ketrampilan.

Rumahku Surgaku

Bagaimanapun ujung dari pendidikan adalah tanggung jawab orang tua, yang berbasis rumah. Masalahnya adalah apakah setiap orang tua kita memiliki kecerdasan yang memadai untuk menjalankan fungsi besar ini? Itulah fungsi besar Ibu-ibu menjadikan rumah sebagai surga melalui tangan bijak sang suami.

Nampaknya ibu-ibu rumah tangga perlu dicerdaskan melalui pendidikan mitra-sekolah. Bahkan di jaman “ibu-ibu sibuk” memasuki dunia kerja, maka para pembantu rumah tangga kita perlu menjadi “Nanny and Govern” yang cerdik pandai seperti Halimah di jaman Nabi yang mampu mengajarkan bahasa Arab dengan kualifikasi terbaik, Yukabad di Jaman Fir’aun yang mampu mengajari Musa bagaimana menjadi pemuda tangguh.

Penutup

Tantangan terbesar dalam pendidikan anak jaman ini adalah informasi yang rusak dan pengaruh buruk yang diciptakan oleh lingkungan modernitas yang tidak berbasis agama.

Tugas berat para orang tua adalah meyakinkan fungsi keluarga mereka benar-benar aman, nyaman bagi anak-anak mereka. Rumah adalah surga bagi anak, dimana mereka dapat menjadi cerdas, sholeh, dan tentu saja tercukupi lahir dan bathinnya. Padahal mana ada surga yang dibangun di atas keserbakekurangan iman, ilmu dan amal sholeh.

Tugas masyarakat adalah bagaimana menjadi-kan dirinya aman bagi generasi mereka sendiri. Kini yang terjadi kita semua mencemaskan lingkungan kita sendiri. Bahkan kita hampir-hampir tak percaya dengan sekolah kita bahwa mereka mampu menjadi daerah yang aman bagi anak-anak kita.

Tugas besar ini memang mirip dengan tugas kenabian :

”Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al Kitab dan hikmah serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. Al Baqarah:151).

Tetapi bukanklah Allah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa menyiapkan generasi yang terbaik untuk setiap jamannya.

Peran Orang Tua terhadap Pendidikan Anak

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan sehari-hari. Sudah merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga memancing potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri. Dan tidak lupa memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap.

Ada banyak cara untuk memberikan pendidikan kepada anak baik formal maupun non formal. Adapun pendidikan formal tidak sebatas dengan memberikan pengetahuan dan keahlian kepada anak-anak mereka di sekolah. Selain itu pendidikan non formal menanamkan tata nilai yang serba luhur atau akhlak mulia, norma-norma, cita-cita, tingkah laku, dan aspirasi dengan bimbingan orang tua di rumah.

Sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan formal memerlukan banyak hal yang mendukung yaitu antara lain kepentingan dan kualitas yang baik dari kepala sekolah dan guru, peran aktif dinas pendidikan atau pengawas sekolah, peran aktif orang tua dan peran aktif masyarakat sekitar sekolah. Pendidikan anak dimulai dari pendidikan orang tua di rumah dan orang tua yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap masa depan anak-anak mereka, sekolah hanya merupakan lembaga yang membantu proses tersebut. Sehingga peran aktif dari orang tua sangat diperlukan bagi keberhasilan anak-anak di sekolah supaya anak mampu mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya), anak dapat mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya, bisa meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan dan membantu anak merancang hidupnya.

Karena begitu penting peran orang tua, tidak jarang mereka memaksakan kehendak mereka terhadap anak-anak mereka tanpa mengindahkan pikiran dan suara hati anak. Orang tua merasa paling tahu apa yang terbaik untuk anak-anak mereka. Hal ini sering dilakukan oleh orang tua yang berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka raih saat mereka masih muda, melalui anak mereka.

Pada dasarnya setiap orang tua menghendaki anaknya baik. Setiap orang tua mengharapkan anaknya patuh. Setiap orang tua akan merasa bahagia jika anaknya pintar. Dan, banyak lagi harapan lain tentang anak, yang kesemuanya berbentuk sesuatu yang positif.

Sementara itu, setiap orang tua berkeinginan untuk mendidik anaknya secara dan berhasil. Mereka berharap mampu membentu anak yang punya kepribadian. Anak yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Anak yang berakhlak mulia. Anak yang berbakti terhadap orang tua. Anak yang berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, nusa, bangsa, negara, juga bagi agamanya. Anak yang cerdas dan terampil.

Namun, apa hendak dikata. Terkadang harapan tinggal harapan semata. Mimpi tak jadi kenyataan. Bagai pungguk merindukan bulan. Kenyataan yang amat bertentangan dengan harapan, malah itu yang harus dihadapi. Harus diterima. Ini pahit sekali. Getir sekali. Apakah itu seudah menjadi suratan takdir?

Akhir dari segala urusan kembali kepada Tuhan. Akan tetapi, manusia sebagai hamba-Nya diwajibkan berusaha dengan segenap daya tanpa berputus asa. Termasuk dalam hal mendidik anak, agar apa yang menjadi harapan Insya Allah akan dapat dirasakan.

Mencermati beberapa uraian di atas, timbul sebuah pemikiran mengenai beberapa hal yang menyangkut perbuatan mendidik, peran dan tanggung jawab orang tua guna dapat mendidik anak-anaknya, demi terwujudnya harapan membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas secara utuh, yaitu memiliki iman dan taqwa, etika, rasa tanggung jawab.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah dalam karya tulis ini dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana peran keluarga dalam mewujudkan kepribadian dan pendidikan anak?
  2. Mengapa orang tua harus lebih terlibat dalam pendidikan anak?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan mengenai tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Dapat mengetahui peran keluarga dalam mewujudkan kepribadian dan pendidikan anak.

2. Dapat memahami sebab orang tua harus lebih terlibat dalam pendidikan anak.

D. Manfaat Penulisan

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan:

1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pendidikan khususnya bagi orang tua dalam mendidik anak.

2. Memperkaya referensi pada kajian pustaka terutama bagi orang tua dan guru yang pemanfaatannya dalam dunia pendidikan.

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Orang Tua Murid

Orang tua adalah “pendidik pertama, utama dan kodrat.”(Suwarno, 1982: 90). Sedangkan murid adalah orang (anak) yang lagi berguru atau belajar (Poerwadarminta,:664). Dengan demikian dapat diartikan bahwa orang tua murid adalah orang tua dari anak yang lagi berguru atau belajar atau bersekolah.

Pada fase pertama dalam pertumbuhannya, keadaan anak amat tergantung pada orang tuanya dalam pelayanan. Pada hakikatnya pelayanan tersebut merupakan suatu proses pendidikan. Untuk itulah maka orang tua disebut sebagai pendidik pertama.

Anak adalah tanggung jawab orang tua. Pemenuhan kebutuhan makanan, minuman, pakaian, rekreasi maupun kebutuhan pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua. Pendidikan di sini yang dimaksud adalah pendidikan pada waktu anak belum memasuki jenjang pendidikan formal. Sedangkan setelah anak memasuki jenjang pendidikan formal tertentu, sebagian tanggung jawab ada pada pendidik formal di sekolah. Dan karena perkembangan sosialnya, sebagaian tanggung jawab berada pada masyarakat. Namun, demikian orang tualah yang besar tanggung jawabnya, lebih-lebih yang menyangkut bidang atau aspek afektif. Oleh karena itu, orang tua adalah sebagai pendidik utama.

Dalam Undang-Undang Nomor: 23 TAHUN 2002 tentang: Perlindungan Anak Bab IV tentang Kewajiban dan Tangung Jawab, khususnya bagian keempat tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, pada pasal Pasal 26 disebutkan bahwa (l) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. mengasuh, meme1ihara, mendidik, dan melindungi anak

b. menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

Dari sini nampak bahwa negara memberi peran kepada orang tua agar sungguh-sungguh menunjukan perhatian kepada anak, termasuk dalam masalah pendidikan. Olehnya, jika orang tua mengabaikan hal tersebut, maka mereka dapat dikenakan sanksi dan hukuman sesuai peraturan yang berlaku.

B. Guru

Guru adalah orang yang kerjanya mengajar (Ibid:335). Dari pengertian ini dapat diterapkan konotasi bahwa pekerjaan dengan profesi tersebut tidak terbatas di lingkungan formal, melainkan juga terjadi di masyarakat juga dalam lingkungan keluarga. Namun, di sini guru yang dimaksud adalah guru yang ada di lingkungan sekolah atau dalam pendidikan formal.

Dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 27 ayat 3 dinyatakan bahwa:

Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.

Sudah diketahui secara umum, profesi guru adalah pengajar dan pendidik. Mengajarkan ilmu dan mendidik murid secara formal dan telah diatur kurikulumnya oleh pemerintah. Menurut S. Nasution peranan guru adalah menyampaikan informasi menjadi orang yang memberikan bimbingan dan bahkan kepada tiap siswa secara individual. Namun, ia tidak dihalangi untuk memberikan pengajaran klasikal atau menggunakan metode kuliah diperlukan oleh segenap siswa. Untuk menjalankan pengajaran individual guru harus memperdalam pengetahuan dan keterampilan tentang cara-cara mengajar yang terbuka baginya.

C. Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah -Masyarakat - Guru – Orang tua

Dalam Pelaksanaan lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran membutuhkan peran dan tanggung jawab berbagai pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak, pihak-pihak tersebut antara lain: pemerintah, masyarakat, guru, dan orang tua.Undang-undang yang terkait dengan hak pendidikan anak. Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab pemerintah.

a. UUD 1945 RI, pasal 31 ayat [1]:

”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

b. UU 39/1999 tentang Hak Azasi Manusia, pasal 60

ayat [1]: setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan kepribadiannya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya

ayat [2]: tiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

c. UU no. 23/2002 tentang Perlindungan Hak Anak, pasal 9

ayat [1]: setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

ayat [2]: selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus

d. UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 6

ayat [1]: setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar

Untuk mendukung keterlaksanaan Undang-Undang di atas dan perundang-undangan lain tentang pendidikan diperlukan suatu lingkungan inklusif ramah terhadap pembelajaran. Dalam kondisi lingkungan pendidikan ini semua anak akan diterima, dirawat dan dididik tanpa ada perbedaan baik dari segi jenis kelamin, fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistic [bahasa] atau karakteristik lainnya. Semua Anak yang dimaksud adalah anak dengan berbagai kondisi baik yang memiliki maupun tanpa hambatan.

BAB III

METODE PENULISAN

A. Metode Pengumpulan Data

Dalam memecahkan suatu masalah agar dapat diselesaikan secara baik, maka diperlukan data yang valid. Untuk mendapatkan data tersebut maka diperlukan suatu teknik pengumpulan data. Dalam penulisan ini teknik pengumpulan data ditempuh dengan studi pustaka.

Dalam usaha mengmpumpulkan data penulisan melalui teknik studi pustaka, dilakukan pencatatan buku, majalah, dan surat kabar yang terkait dengan tema penulisan, sehingga data yang dibutuhkan dapat terkumpul. Data tersebut diperoleh di perpustakaan, untuk mempermudah mencari data di perpustakaan digunakan media catalog yang ada. Selain di perpustakaan penulis juga mencari data melalui internet cara yang ditempuh penulis dalam mengumpulkan data dengan cara datang ke warnet (warung internet), untuk mengakses data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.

Studi pustaka merupakan sebuah penelitian di perpustakaan yang bertujuan mengumpulkan data dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya: buku, surat kabar, majalah, dokumen, dll. Data tersebut berfungsi sebagai wahana informasi terhadap materi yang akan dibahas dalam penelitian.

B. Pengolahan Data

Dalam karya tulis ini diolah dengan cara menyajikan dan menganalisis data kemudian diambil kesimpulan. Dalam hal ini, data dari buku tentang pendidikan anak serta pengaruh orang tua di dalamnya. Setelah itu, data-data yang dapat digunakan dari internet yang berkenaan dengan masalah yang sedang ditulis mengenai peran orang tua terhadap pendidikan anak, dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada, kemudian ditarik suatu kesimpulan.

C. Analaisis-Sintesis

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga akan dapat diteukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankanh oleh data (Lexy J. Moleong, 1993). Analisis data dalam karya tulis ini dilakukan dengan cara menguji, menyesuaikan, dan mengkategorikan data dengan teori yang ada dalam telaah pustaka.

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Peran Keluarga Dalam Mewujudkan Kepribadian Anak

Ayah dan ibu adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Karena kepribadian manusia muncul berupa lukisan-lukisan pada berbagai ragam situasi dan kondisi dalam lingkungan keluarga. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan dan persepsi budaya sebuah masyarakat. Ayah dan ibulah yang harus melaksanakan tugasnya di hadapan anaknya. Khususnya ibu yang harus memfokuskan dirinya dalam menjaga akhlak, jasmani dan kejiwaannya pada masa pra kehamilan sampai masa kehamilan dengan harapan Allah memberikan kepadanya anak yang sehat dan saleh. Banyak hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh genetik dan lingkungan dalam pendidikan anak. Hadis yang mengisyaratkan tentang pengaruh genetik, “Orang yang bahagia adalah orang yang sudah bahagia semenjak ia berada di dalam perut ibunya dan orang yang celaka adalah orang yang sudah celaka semenjak ia berada di dalam perut ibunya”. Faktor-faktor ini (genetik dan lingkungan) secara terpisah atau dengan sendirinya tidak bisa menentukan pendidikan tanpa adanya yang lainnya, akan tetapi masing-masing saling memiliki andil dalam menentukan pendidikan dan kepribadian seseorang sehingga jika salah satunya tidak banyak dipergunakan maka yang lainnya harus dipertekankan lebih keras.

Peran kedua orang tua dalam mewujudkan kepribadian anak antara lain:

1. Kedua orang tua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta dan kasih sayang cukup dari kedua orang tuanya, maka pada saat mereka berada di luar rumah dan menghadapi masalah-masalah baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikannya dengan baik. Sebaliknya jika kedua orang tua terlalu ikut campur dalam urusan mereka atau mereka memaksakan anak-anaknya untuk menaati mereka, maka perilaku kedua orang tua yang demikian ini akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan kepribadian mereka.

2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anak. Karena hal ini akan menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal anak-anak yang pada akhirnya keinginan dan Kemauan mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih.

  1. Saling menghormati antara kedua orang tua dan anak-anak. Hormat di sini bukan berarti bersikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik dan pembicaraan negatif sekaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban, dan pada waktu yang bersamaan kedua orang tua harus menjaga hak-hak hukum mereka yang terkait dengan diri mereka dan orang lain. Kedua orang tua harus bersikap tegas supaya mereka juga mau menghormati sesamanya.
  2. Mewujudkan kepercayaan. Menghargai dan memberikan kepercayaan terhadap anak-anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap. Kepercayaan anak-anak terhadap dirinya sendiri akan menyebabkan mereka mudah untuk menerima kekurangan dan kesalahan yang ada pada diri mereka. Mereka percaya diri dan yakin dengan kemampuannya sendiri. Dengan membantu orang lain mereka merasa keberadaannya bermanfaat dan penting.
  3. Mengadakan perkumpulan dan rapat keluarga (kedua orang tua dan anak). Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orang tua adalah memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertumbuhan anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orang tua harus mengenalkan mereka tentang masalah keyakinan, akhlak dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia. Jika kedua orang tua bukan sebagai tempat rujukan yang baik dan cukup bagi anak-anaknya maka anak-anak akan mencari contoh lain; baik atau baik dan hal ini akan menyiapkan sarana penyelewengan anak.

B. Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak

Anak adalah titipan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena itu nasib dan masa depan anak-anak adalah tanggung jawab kita semua. Tetapi tanggung jawab utama terletak pada orang tua masing-masing (Riski, 2007:4). Orang tualah yang pertama berkewajiban memelihara, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya agar menjadi manusia yang berkemampuan dan berguna. Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk, peran orang tua selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah merupakan pendidikan yang akan selalu berjalan seiring dengan pembentukan kepribadian anak tersebut. Peran orang tua terbatas pada persoalan dana. Salehlapadi dalam Emaniar mengemukakan bahwa orang tua dan masyarakat belum terlibat dalam proses pendidikan menyangkut pengambilan keputusan monitoring, pengawasan dan akuntabilitas. Akibatnya sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada orang tua.

Anak merupakan masa depan bagi setiap orang tua. Pada usia balita, anak-anak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tuanya seringkali pemurung, labil dan tidak percaya diri. Ketika menjelang usia remaja kadang-kadang mereka mengambil jalan pintas, dan minggat dari rumah dan menjadi anak jalanan. Kesibukkan orang tua yang berlebihan, terutama ibu, menyebabkan anak kehilangan perhatian. Seorang ibu yang berkarir di luar rumah misalnya dan karirnya banyak menghabiskan waktu, lebih banyak menghadapi masalah kekurangan interaksi ini. Bisa dibayangkan, bila dalam sehari ibu hanya punya waktu paling banyak 2 – 3 jam bertemu dengan anak. Anak lebih dekat dengan pengasuh atau pembantunya. Pada faktanya televisi tidak mampu menjadi orang tua yang baik, karena acara-acara yang ditayangkan tidak semuanya baik. Masih ada film anak-anak yang kurang mendidik dan terkesan merangsang anak melakukan tindakan perlawanan yang diputar di stasiun televisi di Indonesia. televisi tidak begitu baik untuk masa depan pendidikan anak-anak masa kini. Karena masa depan anak itu dilihat dari pendidikan yang diberikan orang tua sejak dini.

Dengan memberikan pendidikan yang setinggi-tingginya, semua hidup anak-anak akan berjalan mulus, pendidikan anaklah dasar kehidupan. Dan juga pendidikan masih merupakan investasi yang mahal. Peran orang tua dalam pendidikan mempunyai peranan besar terhadap masa depan anak. Sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka sebagai orang tua harus berusaha untuk dapat menyekolahkan anak sampai ke jenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar anak mampu mandiri secara finansial nantinya. Sebagai orang tua harus sedini mungkin merencanakan masa depan anak-anak agar mereka tidak merana. Masa anak-anak merupakan masa transisi dan kelanjutan dalam menuju tingkat kematangan sebagai persiapan untuk mencapai keremajaan. Ini berarti kemajuan perkembangan yang dicapai dalam masa anak-anak merupakan bekal keberhasilan orang tua dalam mendidiknya. Baik buruknya sikap dan tingkah laku seseorang di masa anak-anak, sangat banyak ditentukan oleh pengalaman mereka dalam melihat orang-orang disekitarnya terutama kedua orang tuanya. Itu semua merupakan bekal pendidikan bagi anak-anak nantinya.

Di sisi lain, anak-anak adalah generasi yang memiliki sejumlah potensi yang patut dikembangkan dalam kegiatan pendidikan serta kreativitas mereka. Anak-anak mempunyai karakteristik antara lain pertumbuhan fisik yang cepat dan matang. Semua potensi anak tersebut akan bermakna apabila dibina dan dikembangkan secara terarah sehingga mereka menjadi manusia yang memiliki keberdayaan. Tanpa bimbingan yang baik semua potensi itu tidak akan memberikan dampak positif, bahkan bisa terjadi hal yang sebaliknya yaitu menimbulkan berbagai masalah dan hambatan. Apalagi jika melihat ke depan, tantangan globalisasi makin besar, maka pembinaan pendidikan terhadap anak pun harus semakin dikuatkan. Anak-anak harus berorientasi terhadap pandangan hidup yang bersifat positif dan aktif serta wajib menentukan dirinya sendiri, mementingkan kepuasan dari pekerjaan yang dilakukannya, berorientasi ke masa depan dan belajar merencanakan hidup secermat mungkin. Pendidikan merupakan sesuatu yang perlu mendapatkan prioritas.

Dalam sebuah keluarga, tentunya yang sangat berperan adalah ayah dan ibu (orang tua) dalam mendidik anak. Apa saja yang harus dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai sebuah keluarga yang ideal dalam mendidik dan mengembangkan potensi/kemampuan anak-anak :

1. Memahami makna mendidik.

Sebagai orang tua harus memahami benar apa makna dari mendidik sehingga tidak berpendapat bahwa mendidik adalah melarang, menasehat atau memerintah si anak. Tetapi harus dipahami bahwa mendidik adalah proses memberi pengertian atau pemaknaan kepada si anak agar si anak dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara bertanggung jawab.

Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui komunikasi maupun teladan/tindakan, contoh : jika ingin anak disiplin maka orang tua dapat memberi teladan kepada si anak akan hal-hal yang baik dan beretika atau orang tua menciptakan komunikasi dengan si anak yang dialogis dengan penuh keterbukaan, kejujuran dan ketulusan. Apabila kita mengedepankan sikap memerintah, menasehat atau melarang maka langsung ataupun tidak akan berdampak pada sikap anak yang bergaya otoriter dan mau menang sendiri. Kiranya orang tua dapat mengambil pesan moral dari sajak yang ditulis oleh Dorothy Law Nolte dengan judul “Anak Belajar dari Kehidupannya”.

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia akan belajar memaki / Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia akan belajar rendah diri / Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia akan belajar menahan diri / Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia akan belajar menghargai / Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia akan belajar keadilan / Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia akan belajar menaruh kepercayaan / Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia akan belajar menghargai dirinya / Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Ada hubungan kausal antara bagaimana orang tua mendidik anak dengan apa yang diperbuat anak. Atau ibaratnya apa yang orang tua tabur itulah yang nanti akan dituai. Peran orang tua dalam mendidik anak tidak dapat tergantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan atau institusi formal lainnya. Karena bagaimanapun juga tanggung jawab mendidik anak ada pada pundak orang tua.

2. Hindari mengancam, membujuk atau menjanjikan hadiah.

Dalam mendidik anak jangan memakai cara membujuk dengan menjanjikan hadiah karena hal ini akan melahirkan ketergantungan anak terhadap sesuatu hal baru dia melakuka sesuatu. Hal ini akan mematikan motivasi, kreatifitas, insiatif dan pengertian serta kemandirian mereka terhadap hal-hal yang harus dia kerjakan. Contoh : menjanjikan hadiah kalau nilai sekolahnya baik, atau mengancam tidak memberi hadiah bila nilainya rendah.

3. Hindari sikap otoriter, acuh tak acuh, memanjakan dan selalu khawatir

Seorang anak akan dapat mandiri apabila dia punya ruang dan waktu baginya untuk berkreasi sesuai dengan kemampuan dan rasa percaya diri yang dimilikinya. Ini harus menjadi perhatian bersama karena hal tersebut dapat muncul dari sikap orang tuanya sendiri yang sadar atau tidak sadar ditampakkan pada saat interaksi terjadi antara ayah dan ibu dengan anak. Sehingga anak-anak akan termotivasi untuk mengaktualisasika potensi yang ada pada dirinya tanpa adanya tekanan atau ketakutan.

4. Memahami bahasa non verbal.

Memarahi anak yang melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak efektif melainkan kita harus mendalami apa penyebab si anak melakukan kesalahan dan memahami perasaan si anak. Oleh karena itu perlu dikembangkan bahasa non verbal sebagai suatu upaya efektif untuk memahami masalah dan perasaan si anak. Bahasa non verbal adalah dengan memberi sentuhan, pelukan, menatap, memberi senyuman manis atau meletakkan tangan di bahu untuk menenangkan si anak, sehingga si anak merasa nyaman untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau perasaannya.

5. Membantu anak memecahkan persoalan secara bersama.

Pada kondisi tertentu dibutuhkan keterlibatan kita sebagai orang tua untuk memecahkan masalah yang dihadapi si anak. Dalam hal membantu anak memecahkan persoalan anak, kita harus melakukannya dengan tetap menjunjung tinggi kemandiriannya.

6. Menjaga keharmonisan dalam keluarga.

Ayah dan Ibu sering bertengkar dan berselisih bahkan melakukan kekerasan di depan anak-anak, sehingga anak-anak mencontoh dengan bertindak tidak menghargai teman sebayanya atau melakukan kekerasan pula pada temannya.

Demikian beberapa hal yang mestinya dijadi perhatian oleh para orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Diakui bahwa hal tersebut di atas dapat ditambahkan dengan hal lain yang positif agar menjadi perbendaharaan pengetahuan dalam mendidik, namun yang terutama dari semua itu adalah orang tua harus “bagaimana menciptakan dan membangun komunikasi yang efektif” dengan anak. Karena hal ini akan secara langsung menjaga dan memelihara kedekatan secara emosional dengan anaknya sehingga dapat mencegah perilaku menyimpang dari si anak. Dalam komunikasi juga perlu ditanamkan sikap optimisme pada anak, mengembangkan sikap keterbukaan pada anak dan perlu mengajarkan tata krama pada anak.

Karena begitu pentingnya peranan orang tua dan sangat diperlukan bagi keberhasilan anak-anak di sekolah. Ada beberapa cara yang dikemukakan oleh Sulaiman dalam meningkatkan peran orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka, yaitu:

1. Dengan mengontrol waktu belajar dan dan belajar anak.

Anak-anak diajarkan untuk belajar secara rutin, tidak hanya belajar saat mendapat PR dari sekolah atau akan mengadapi ulangan. Setiap hari anak-anak diajarkan untuk mengulang pelajaran yang diberikan oleh guru pada hari itu. Dan diberikan pengertian kapan anak-anak mempunyai waktu untuk bermain.

2. Memantau perkembangan kemampuan akademik anak.

Orang tua diminta untuk memeriksa nilai-nilai ulangan dan tugas anak mereka.

3. Memantau perkembanganb kepribadian yang mencakup sikap, moral, dan tingkah laku anak-anak.

Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan berkomunikasi dengan wali kelas untuk mengetahui perkembangan anak di sekolah.

4. Memantau efektivitas jam belajar di sekolah.

Orang tua dapat menanyakan aktifitas yang dilakukan anak mereka selama berada di sekolah. Dan tugas-tugas apa saja yang diberikan oleh guru mereka. Kebanyakan tingkat SMP dan SMA tidak melaporkan adanya kelas-kelas kosong dimana guru mereka berhalangan hadir. Sehingga pembelajaran yang ideal di sekolah tidak terjadi dan menjadi tidak efektif.

Untuk itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk juga belajar dan terus menerus mencari ilmu, terutama yang berkaitan dengan pendidikan anak. Agar terhindar dari kesalahan dalam mendidik anak yang dapat berakibat buruk bagi masa depan anak-anak. Orang tua harus lebih memerhatikan anak-anak mereka, melihat potensi dan bakat yang ada di diri anak-anak mereka mereka, memberikan sarana dan prasarana untuk mendukung proses pembelajaran mereka di sekolah. Para orang tua diharapkan dapat melakukan semua itu dengan niat yang tulus untuk menciptakan generasi yang mempunyai moral yang luhur dan wawasan yang tinggi serta semangat pantang menyerah.

C. Mengapa Orang tua Harus Lebih Terlibat dalam Pendidikan Anak?

Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al-Tahrim ayat 6 berfirman: “ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada seorang pun dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.”

Firman Allah SWT dan Sabda Rasulullah SAW di atas menggambarkan bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab penuh dari kedua orang tua, bukan yang lain. Tanggung jawab bukan sebatas memilihkan sekolah atau membiaya sekolah dan segala keperluanya. Lebih dari itu, tanggung jawab orang tua diwujudkan dalam keterlibatan langsung orang tua dalam pendidikan (kehidupan) anak-anaknya. Ketika orang tua terlibat langsung dalam kehidupan dan pendidikan anak-anaknya, maka mereka akan memberi perlakuan yang lebih tepat kepada anak-anak. Hasil-hasil penelitian (Henderson dan Mapp, 2002; National Standards for Parent/Family Involvement Programs, 2004) dalam Irwan, http://kurniawan.staff.uii.ac. Membuktikan bahwa keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak berhubungan dengan :

1. Prestasi anak ,

· Ketika orang tua terlibat, anak memiliki prestasi yang lebih tinggi, tidak memperhatikan status sosial ekonomi, latar belakang etnis/ras atau tingkat pendidikan orang tua

· Ketika orang tua terlibat dalam pendidikan anak mereka, anak-anaknya memiliki skor tes yang lebih tinggi, anak lebih sering menyelesaikan pekerjaan rumah, dan kehadiran anak di sekolah lebih tinggi

· Dalam program yang dirancang untuk melibatkan orang tua dalam kemitraan yang penuh, prestasi anak-anak dari keluarga yang tidak beruntung tidak hanya meningkat tetapi juga mampu mencapai level standar yang dipersyaratkan bagi anak-anak dari status sosial ekonomi menengah.

· Para siswa kemungkinan besar mengalami kemunduran dalam prestasi akademik jika orang tua tidak berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah, tidak mengembangkan sebuh hubungan yang menguntungkan dengan guru, dan tidak memantau apa yang terjadi di sekolah anak-anak mereka

· anak-anak lulus dari sekolah dengan nilai yang lebih tinggi,

· anak-anak memiliki kemungkinan besar untuk memasuki pendidikan tinggi,

2. Perilaku anak

· Ketika para siswa melaporkan dirinya merasa mendapat dukungan dari sekolah dan rumah, mereka memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi, merasa sekolah lebih penting, cenderung melakukan sesuatu dengan lebih baik

· Perilaku-perilaku siswa seperti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, perilaku kekerasan, dan perilaku antisosial lainnya menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya keterlibatan orang tua

· anak memperlihatkan sikap-sikap dan perilaku-perilaku yang lebih positif,

3. Budaya

· Sekolah-sekolah yang berhasil adalah sekolah-sekolah yang berhasil melibatkan orang tua dari berbagai latarbelakang sosial-ekonomi-budaya, memusatkan diri pada membangun hubungan kemitraan yang menguntungkan antara para guru, keluarga, dan anggota masyarakat; mengakui, menghargai, dan mempertimbangkan kebutuhan keluarga seperti halnya perbedaan status dan budaya; mengembangkan sebuah pandangan kemitraan bahwa wewenang dan tanggung jawab adalah dipikul bersama-sama.

4. Usia

· Keuntungan-keuntungan dari keterlibatan orang tua tidak terbatasi pada anak-anak usia dini; mereka semua mendapatkan keuntungan yang bemakna pada semua kelompok usia dan semua tingkatan pendidikan.

· Para siswa SMP dan SMA yang orang tuanya tetap terlibat dalam pendidikan mereka, mampu melakukan peralihan yang lebih baik, memelihara kualitas kerja mereka, dan mengembangkan rencana-rencana yang realistis terkait masa depan mereka. Sebaliknya, para siswa yang orang tuanya tidak terlibat lagi, kemungkinan mengalami drop-out sekolah lebih besar.

5. Kualitas Sekolah

• Sekolah-sekolah yang bekerjasama dengan orang tua dengan baik meningkatkan semangat guru dan mendapat penilaian yang lebih tinggi dari para orang tua.

• Sekolah-sekolah yang para orang tuanya terlibat memiliki dukungan yang lebih banyak dari para orang tua dan memiliki reputasi yang lebih baik di masyarakat.

• Sekolah-sekolah yang dinilai bagus dalam program kemitraan dengan orang tua memperlihatkan hasil ujian nasional yang lebih baik.

Oleh karena itu, kata Muhammad Nur Abdul Hafizh (Irwan, http://kurniawan.staff.uii.ac.) “Bersegeralah kamu dalam mendidik anak sebelum kesibukanmu melalaikanmu, karena sesungguhnya apabila anakmu telah berumur dewasa dan telah berakal (tetapi tidak berpendidikan), dia akan menyibukkan hatimu (dengan keburukan).

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Menelaah dari uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa orang tua merupakan satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua di sini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tataran teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.

Orang tualah yang pertama berkewajiban memelihara, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya agar menjadi manusia yang berkemampuan dan berguna. Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk, peran orang tua selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah merupakan pendidikan yang akan selalu berjalan seiring dengan pembentukan kepribadian anak tersebut.

Pendidikan anak merupakan tanggung jawab penuh dari kedua orang tua, bukan yang lain. Tanggung jawab bukan sebatas memilihkan sekolah atau membiayai sekolah dan segala keperluanya. Lebih dari itu, tanggung jawab orang tua diwujudkan dalam keterlibatan langsung orang tua dalam pendidikan (kehidupan) anak-anaknya. Ketika orang tua terlibat langsung dalam kehidupan dan pendidikan anak-anaknya, maka mereka akan memberi perlakuan yang lebih tepat kepada anak-anak. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak berhubungan dengan prestasi anak, perilaku anak, budaya, usia, dan kualitas sekolah anak.

B. Saran

Kepada para orang tua hendaknya mengambil sikap yang bijak dan menjadi teladan bagi anak-anak mereka terutama dalam hal pendidikan. Orang tua sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya atau untuk merealisasikan cita-cita orang tua yang belum tercapai.

Kepada mahasiswa terutama jurusan keguruan serta dosen, tulisan ini sebagai bahan renungan dalam menjalankan pengajaran supaya dapat memperdalam pengetahuan dan keterampilan tentang cara-cara mengajar yang dapat membentuk kepribadian anak didik yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Puji Rahayu . 2008. ”Orang Tua Perlu Pahami Makna Pendidikan Anak “. http://bbawor.blogspot.com/2008/08/orang-tua-perlu-pahami-makna-pendidikan.html. (diakses 10 Oktober 2008 pukul 05.56)

Suwarno. 1982. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru.

RI. 1997. Undang-Undang Peradilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997). Jakarta: Sinar Grafika.

Sahlan Syafei. 2002. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Depok: Ghalia Indonesia.

S. Nasution. 1982. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Bumi Aksara.

S. Devi. 2007. Jadilah Pembimbing dan Guru bagi Putra Putri Anda. Bandung: NUANSA.

Team BPK FKIP UNS. 1985. Dasar Kependidikan. Surakarta: UNS Press.

Yakhsyallah Mansur. 2007. “Tanggung Jawab Orang Tua dalam Pendidikan Anak”.http://kajianmuslim.wordpress.com. (diakses 9 Oktober 2008 pukul 20.38).

Irwan Nuryana Kurniawan. 2008. “Orangtua Terlibat dalam Pendidikan Anak”. http://kurniawan.staff.uii.ac. (diakses 10 Oktober 2008 pukul 06.05)