Senin, 12 Januari 2009

PERANAN PENGALAMAN BERORGANISASI TERHADAP TIPOLOGI KEPEMIMPINAN SESEORANG

Oleh: M. Wardianto

2.1 PENGALAMAN BERORGANISASI
2.1.1 Definisi Pengalaman Berorganisasi
Pengalaman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti bagian apa yang telah dirasai (diketahui, dikerjakan, dsb). Sedangkan organisasi menurut Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita. (2000) dalam bukunya adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan. Jadi pengalaman berorganisasi merupakan perilaku seorang organisator yang telah merasakan dan berkecimpung dalam dunia organisasi.
Ada kesamaan antara istilah organisasi dengan kelompok sosial atau social group. Menurut Soekanto (1982) kelompok sosial adalah himpunan kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.
2.1.2 Unsur-unsur Organisasi
Dalam sebuah organisasi terdapat empat unsur yang bersifat fundamental (Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita.: 2000), antara lain:
1. Organisasi sebuah sistem
Organisasi merupakan sistem yang terdiri dari subsistem atau bagian yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam melakukan aktifitasnya. Organisasi sebagai suatu sistem adalah sistem terbuka, dimana batas organisasi adalah lentur dan menganggap bahwa faktor lingkungan sebagai input.
2. Pola aktifitas
Aktifitas yang diakukan oleh orang-orang di dalam organisasi dalam pola tertentu. Urut-urutan pola aktifitas yang dilakukan oleh organisasi dilaksanakan secara relatif teratur dan berulang-ulang.
3. Sekelompok orang
Adanya keterbatasan-keterbatasan pada manusia mendorongnya untuk membentuk organisasi. Orang-orang dalam organisasi berinteraksi dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
4. Tujuan organisasi
Tujuan organisasi pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan yang sifatnya abstrak dan berdimensi jangka panjang yang menjadi landasan dan nilai-nilai yang melandasi organisasi itu didirikan.

2.2 KEPEMIMPINAN (Leadership)
2.2.1 Definisi Umum Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader) untuk memengaruhi orang lain (yaitu orang yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah-laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut (Soekanto: 1982). Sedangkan menurut Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita. (2000) kepemimpinan atau leadership didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktifitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Kadangkala harus dapat dibedakan antara kepemimpinan sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial (Koentjaraningrat: 1967). Sebagai kedudukan, kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu badan yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.
2.2.2 Perkembangan Kepemimpinan dan Sifat-sifat Seorang Pemimpin
Menurut David Krech dan Richard S. Crutshfield (1948) (dalam Soemardjan: 1967) Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika interaksi sosial. Sejak mula terbentuknya suatu kelompok sosial, seseorang atau beberapa orang di antara warga-warganya melakukan peranan yang lebih aktif daripada rekan-rekannya sehingga orang tadi atau beberapa orang tampak lebih menonjol dari lain-lainnya. Kebanyakan timbul dan berkembang dalam struktur sosial yang kurang stabil.
Munculnya seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keadaan di mana tujuan kelompok sosial yang bersangkutan terhalang atau apabila kelompok tadi mengalami ancaman dari luar. Dalam keadaan demikian, agak sulit bagi warga kelompok (organisasi) menentukan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Muncullah seseorang yang mempunyai kemampuan menonjol yang diharapkan akan menanggulangi segala kesulitan-kesulitan yang ada.
Sifat-sifat yang disayaratkan bagi seorang pimpinan tidaklah sama pada setiap masyarakat (Soekanto: 1982). Di Indonesia sifat pemimpin yang ideal dapat dijumpai dalam apa yang merupakan warisan tradisional Indonesia seperti Asta-Brata (delapan jalan) dalam kakawin Ramayana. Syarat-syarat kepemimpinan menurut Asta-Brata antara lain:
a. Indra-brata, yang memberi kesenangan dalam jasmani;
b. Yama-brata, yang menunjuk pada keahlian dan kepastian hukum;
c. Surya-brata, yang menggerakkan bawahan dengan mengajak mereka untuk bekerja persuasion;
d. Caci-brata, yang memberi kesenangan rohaniah;
e. Bayu-brata, yang menunjukkan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-segan untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran pengikut-pengikutnya;
f. Dhana-brata, yang menunjukkan pada suatu sikap yang patut dihormati;
g. Paca-brata, yang menunjukkan kelebihan di dalam ilmu pengetahuan, kepandaian dan keterampilan;
h. Agni-brata, yang sifat memberikan semangat kepada anak buah.
2.2.3 Sandaran-sandaran Kepemimpinan dan Kepemimpinan yang Dianggap Efektif
Kepemimpinan seorang pemimpin harus mempunyai sandaran-sandaran kemasyarakatan atau social basis. Antara lain, kepemimpinan erat dengan hubungan masyarakat dan kekuatan kepemimpinan ditetukan oleh suatu lapangan kehidupan masyarakat yang pada suatu saat mendapat perhatian khusus dari masyarakat yang disebut cultural focus.
Secara gamblang, Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita. (2000) memaparkan empat gaya perilaku pemimpin, antara lain:
1. Perilaku instrumental
Meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan koordinasi dari bagian bawahan oleh pemimpin. Sama halnya dengan pertukaran strutur bahwa pemimpin menekankan pada pemahaman bawahan akan apa yang diharapkan padanya oleh pemimpin.
2. Perilaku suportif
Perilaku suportif meliputi memberikan pertimbangan terhadap kebutuhan dari bawahan, menunjukkan perhatiannya pada kesejahteraan, dan menciptakan lingkunan menyenangkan.
3. Perilaku partisipatif
Dicirikan oleh pemberian informasi dan menekankan pada konsultasi bawahan dan menggunakan gagasan bawahan dalam memutuskan keputusan yang berkaitan dengannya.
4. Perilaku berorientasi prestasi
Meliputi menetapkan tugas-tugas yang menantang, dengan harapan agar bawahan bekerja dengan tingkat prestasi yang tinggi, dan secara terus menerus berupaya meningkatkan prestasi.
2.3 Peranan Pengalaman Berorganisasi Terhadap Tipe Kepemimpinan
Dalam buku yang berjudul Perilaku Keorganisasian karangan Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita. memaparkan faktor-faktor eksternal yang menetukan prestasi kelompok, antara lain:
1). Strategi organisasi à strategi yang menentukan bagaimana dan ke mana organisasi dibawa dan strategi ini ditentukan pemimpin.
2). Struktur wewenang à organisasi memiliki struktur wewenang yang menentukan kepada siapa seseorang harus melapor, siapa yang membuat keputusan, dan bagaimana wewenang yang diberikan kepada kelompok dalam mengambil suatu keputusan.
3). Peraturan, 4). Sumber-sumber organisasi, 5). Proses seleksi, 6). Penilaian prestasi & sistem imbalan, 7). Budaya organisasi, dan 8). Faktor lingkungan fisik.
Ralph Stogdill, salah satu penganut teori sifat (dalam Indriyo Gito Sudarmo dan I Nyoman Sudita.: 2000) mengidentifikasi 6 klasifisikasi dari sistem kepemimpinan, salah satunya adalah karakteristik sosial di mana pemimpin umumnya aktif terlibat dalam berbagai aktifitas (pengalaman) bergaul secara luas dengan sesama orang, dan bekerjasama dengan orang lain, keterampilan hubungan antarpribadi ini nampaknya bernilai bagi kelompok, dan hal ini cenderung meningkatkan hubungan yang harmonis, kepercayaan, serta kepatuhan kelompok.
Sedangkan menurut penganut teori situasional, salah satu karakteristik manajerial adalah pengalaman masa lampau dan penguatan, pengalaman dan penguatan dapat membentuk gaya kepemimpinan. Kepemimpinan cenderung merupakan fungsi dari latar belakang budaya dari manajer.

2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: bahwa pengalaman berorganisasi mempunyai peranan penting dalam menentukan tipologi kepemimpinan seseorang.